21 Definisi Khitbah. Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara pernikahan berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih sesuai dengan pemahaman para Salafush Shalih, di antaranya adalah: Pinangan (meminang/melamar) atau khitbah dalam bahasa Arab, merupakan pintu gerbang menuju pernikahan.
Sudah sepatutnya bagi setiap muslim untuk mencium kepada Abdullah bin Hudzafah, dan aku yang pertama kali akan memulainya". (Umar bin al-Kh
Tag batas waktu nikah siri. Posted in Artikel Info. Bagaimana Hukum Nikah Siri Jarak Jauh Menurut Islam? Author: Novita Ayudyawaty Published Date: November 1, 2021 Leave a Comment on Bagaimana Hukum Nikah Siri Jarak Jauh Menurut Islam? Menikah menjadi momen istimewa yang dinanti. Namun, jika satu dan lain hal menjadi
1 senantiasa berjihad di jalan Allah dengan mengikuti petunjuk Al Qur'an. 2) Rasul - Rasul telah datang pada setiap umat dengan keterangan yang jelas. 3) banyak manusia telah melampaui batas dalam membuat kerusakan di bumi. 4) bila memelihara kehidupan seorang manusia berarti telah memelihara semua manusia.
Riau24 c o m- Ustaz Abu Fairuz Ahmad Ridwan mengungkapkan, mengenai batas waktu khitbah, yaitu jarak waktu khitbah dan nikah, sejauh ini tidak ada satu nash pun baik dalam AI-Qur'an maupun As-Sunnah yang menetapkannya. Baik tempo minimal maupun maksimal. (Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah, hal. 77). Dengan demikian, boleh saja jarak waktu antara khitbah dan nikah hanya beberapa saat
Jodohadalah rahasia Allah dan kita diharuskan untuk ikhtiar mencarinya, tentu dengan koridor keislaman, karena dalam islam tidak di benarkan adanya pacaran. Ada syariat islam yang mengatur masalah ini, diantaranya adalah taaruf, nadhor lalu khitbah dan akad nikah. Dengan melakukan tahapan-tahapan pernikahan secara islami ini nanti akan
. Assalamu’alaikum.. 1. Apakah ada dalil yang menjelaskan batasan waktu maksimal 3 bulan antara khitbah dengan akad nikah? 2. Apakah disunahkan untuk berpuasa 3 hari sebelum akad nikah? Jazakumullah… Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Secara dalil nash, kami belum menemukan dalil yang sharih dan shahih tentang keharusan adanya jarak waktu tertentu antara khitbah dan akad. Apakah harus sebulan, dua bulan, tiga bulan atau berapa lama waktu. Kalau pun jarak waktu itu dibutuhkan, barangkali sekedar untuk memberikan beberapa persiapan yang bersifat teknis. Sebab biasanya, setiap akad nikah yang akan digelar memang membutuhkan persiapan-persiapan teknis yang mutlak. Sebagian orang ada yang butuh waktu untuk mengumpulkan dana, atau untuk mencari tempat yang akan disewa, atau keperluan-keperluan lain yang manusiawi. Sehingga menurut hemat kami, jarak waktu ini dikembalikan kepada al-urf kebiasaan dan kepantasan serta tuntutan hal-hal yang bersifat teknis semata. Dengan demikian, seandainya kedua belah pihak telah siap segala sesuatunya, atau mungkin juga tidak terlalu merepotkan urusan teknis, akad nikah bisa digelar saat itu juga berbarengan dengan khitbah. Maksudnya, sesaat setelah khitbah diterima, langsung saja digelar akad nikah. Sehingga tidak lagi memboroskan waktu, biaya, dan kebutuhan lain. Apalagi taaruf antara kedua mempelai sudah menghasilkan kesaling-cocokan. Maka buat apa lagi menunggu, begitu barangkali logikanya. Metode seperti ini kalau memang ingin dilakukan, tentu tidak ada larangan, lantaran memang tidak ada nash yang melarangnya. Secara umum, semakin cepat akad nikah dilakukan akan semakin baik. Karena niat baik itu memang biasanya harus dipercepat. Selain juga untuk memberikan kesempatan kepada kedua calon pengantin untuk dapat segera menunaikan hajat mereka. Sebab dalam beberapa kasus, terkadang karena terlalu lama jarak antara khitbah dengan akad nikah, terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, seringnya terjadi khalwat, pacaran bahkan -naudzubillah- sampai ke tingkat perzinaan. Oleh sebab itu, untuk menghindarinya, maka sebaiknya jarak waktu antara khitbah dan akad tidak terlalu lama. Cukup sekedar bisa mempertimbangkan masalah teknis saja. Adakah Puasa 3 Hari Menjelang Akad Nikah Sama dengan jawaban pertanyaan pertama, sekali lagi kami belum menemukan dalil yang shahih dan sharih tentang adanya sunnah berpuasa menjelang akad nikah. Dalam kitab-kitab fiqih yang kami telusuri, puasa sunnah itu terbatas pada puasa Senin Kamis, puasa hari Asyura dan Tasu’a, puasa Daud, puasa hari Arofah dan tarwiyah, puasa ayyamul biidh, puasa 6 hari di bulan Syawwal, puasa di bulan Sya’ban dan beberapa puasa sunnah lainnya. Namun kami belum mendapatkan keterangan bai dari hadits nabawi atau dari kitab-kitab fiqih yang muktabar tentang adanya syariah puasa sunnah menjelang akad nikah. Mungkin hal ini karena keterbatasan ilmu kami. Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
Khitbah dan Akad Nikah KHITBAH. Kata khitbah dalam terminology arab memiliki 2 akar kata. Yang pertama al-khithab yang berarti pembicaraan dan yang kedua al-khathb yang artinya persoalan, kepentingan dan keadaan. Jadi, jika dilihat dari segi bahasa khitbah adalah pinangan atau permintaan seseorang laki-laki kepada perempuan tertentu untuk menikahinya. Makna khitbah menurut istilah syariat tidak keluar dari makna bahasa tadi. Dalam islam, seorang laki-laki berhak meminang perempuan yang diinginkan menjadi istrinya, demikian pula seorang perempuan boleh meminang laki-laki yang diinginkan menjadi suaminya. Khitbah dalam pandangan syariat bukanlah suatu akad atau transaksi antara laki-laki yang meminang dengan perempuan yang dipinang atau pihak walinya. Khitbah bukanlah suatu ikatan perjanjian antara kedua belah pihak untuk melaksanakan pernikahan. Khitbah tidak lebih dari sekedar permintaan atau permohonan untuk menikah. Khitbah sudah sah dan sempurna hanya dengan ungkapan permintaan itu saja, tanpa memerlukan syarat berupa jawaban pihak yang dipinang. Sedangkan akad baru dianggap sah apabila ada ijab dan qabul ungkapan serah terima kedua belah pihak. Dengan diterimanya sebuah pinangan baik oleh perempuan maupun oleh walinya, tidak bermakna telah terjadi ikatan perjanjian atau akad diantara mereka. Ibarat orang hendak naik kereta api, khitbah hanya bermakna “pesan tempat duduk” yang nantinya pada saat jadual kereta berangkat ia akan menduduki tempat tersebut sehingga tidak diduduki orang lain. Syarat yang dipinang Perempuan boleh dipinang oleh laki-laki begitu juga sebaliknya apabila memenuhi 2 syarat berikut ini 1. Pada waktu dipinang perempuan itu tidak memiliki halangan syar’i yang melarang dilangsungkannya pernikahan contoh, wanita yang sedang dalam masa iddah. 2. Belum dipinang laki-laki lain secara sah. Tata cara meminang 1. Laki-laki meminang melalui wali perempuan 2. Laki-laki meminang langsung kepada perempuan janda 3. Perempuan meminang laki-laki saleh Perempuan boleh meminang laki-laki secara langsung oleh dirinya sendiri atau melalui perantara pihak lain agar menyampaikan pinangan kepada seorang laki-laki untuk menjadi suaminya. 4. Khitbah dengan sindiran dimasa iddah karena suaminya meninggal Sindiran itu misalnya seorang laki-laki mengatakan kepada seorang janda , “saya ingin menikah dengan perempuan shalehah” atau “mudah-mudahan Allah memudahkan saya untukmendapat istri shalehah”. Agar pinangan diterima Sebenarnya tidak ada standard baku secara teknis untuk masalah ini. Tapi, beberapa langkah dibawah ini diharapkan mampu membantu melancarkan proses penerimaan dalam peminangan persiapan diri – Persiapan pertama adalah keikhlasan niat bahwa mengkhitbahnya ini dalam rangka beribadah kepada Allah. – Persiapan kedua adalah persiapan diri pribadi yang telah dibahas sebelumnya, yaitu menyiapkan minimal 4 persiapan, termasuk diantaranya yaitu persiapan finansial. 2. Memilih calon yang sekufu 3. Berbekal restu Orang Tua Cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh restu dari orang tua diantaranya adalah sebagai berikut – Membangun komunikasi yang lancar dengan orang tua – Melakukan pendekatan kepada orang tua sejak awal – Mendialogkan perbedaan secara baik 4. Memperkenalkan diri Ada suatu cerita yang kurang baik tentang hal ini. Ada pengalaman buruk ketika seorang ikhwan melaksanakan khitbahnya. Ia belum mengetahui siapa calon istrinya dan belum mengenal kedua orang tuanya. Ia mempercayakan urusan pernikahan kepada seorang teman kepercayaannya, dan ia tidak punya keinginan untuk berkenalan terlebih dahulu secara langsung. Ia hanya mengetahui data calon istri dari biodata tertulis dan pasfoto. Karena ia sudah mantap, tanpa pertemuan dan perkenalan awal, dilaksanakan prosesi khitbah. Rombongan lelaki datang dengan orang tua dan saudara, Diterima oleh pihak perempuan lengkap pula komposisi keluarganya. Pertemuan menjadi formal karena kedua belah pihak satupun belum pernah ada yang bertemu dan mengenal, termasuk kedua calon mempelai. Suasana berubah menjadi kurang menyenangkan ketika ibu dari lelaki berbisik menanyakan yang mana calon istri yang dipinang, kebetulan diruangan itu ada lebih dari seorang perempuan. Tentu saja anak lelaki yang ditanya tidak bisa menjawab, karena memang belum pernah bertemu denga calon yang akan dipinang. Semula kedua orang tua dari kedua belah pihak menyangka bahwa kedua anak yang akan menikah tersebut telah lama saling kenal, telah berkomunikasi langsung sebagaimana lazim dikenal dalam masyarakat luas. Mereka menjadi terkejut ketika ternyata kedua belah pihak belum saling mengenal. Hal ini menjadi catatan dan bahkan kemarahan pihak orang tua terhadap anaknya, karena dianggap telah mempermainkan orang tua. Untuk itulah, laki-laki bisa bertemu dan berdialog dengan calon bahkan bisa juga ia memperkenalkan diri dengan bersilaturahmi ke orang tua perempuan sebelum peminangan resmi. Hal ini dapat mencairkan suasana, dan membuat proses peminangan berjalan lancar karena komunikasi telah dibuka sebelumnya. Ditambah lagi, apabila tidak ada silaturahmi terlebih dahulu, terkadang menimbulkan suudzon, jangan-jangan telah terjadi sesuatu pada anaknya sehingga meminta pernikahan begitu cepat. Perkenalan dan silaturahmi dapat menghilangkan praduga yang tidak-tidak pada orang tua dan juga keluarga besar. 5. Melibatkan orang yang dipercaya Ketika khitbah sedang dalam proses, teman calon bisa kita jadikan referensi/tempat bertanya tentang jati dirinya. 6. Berdoa dan tawakal Seluruh manusia pasti membutuhkan Allah. Doa merupakan senjata bagi orang mukmin. Hendaknya seluruh usaha manusiawi kita dilandasi dengan doa kepada Allah agar segala keputusan untuk meminang dia atau tidak, untuk menerima pinangannya atau tidak, senantiasa dalam bimbingan Allah Ta’ala. Dengan begitu, sejak awal kehidupan berumahtangga telah bergantung pada Allah dengan berharap dan berdoa pada-Nya saja. Setelah usaha kita lakukan dengan maksimal, doa kita lantunkan tanpa rasa bosan, akhirnya kita serahkan segalnya kepada Allah. Inilah makna tawakal. AKAD NIKAH Perjanjian berat itu terikat melalui beberapa kalimat sederhana. Pertama adalah kalimat ijab, yaitu keinginan pihak wanita untuk menjalin ikatan rumah tangga dengan seorang laki-laki. Kedua adalah kalimat qabul, yaitu pernyataan menerima keinginan dari pihak pertama untuk maksud tersebut. Ijab qabul dapat diucapkan dalam bahasa apapun. Bisa dalam bahasa arab maupun bahasa setempat. Nikah adalah perjanjian berat. Kita harus menghayati ucapan ijab qabul. Salah satu syarat ijab qabul adalah kedua belah pihak memiliki sifat tamyiz mampu membedakan baik dan buruk, sehingga ia harus memahami perkataan dan maksud dari ijab qabul itu. Diatas pemahaman terhadap maksud ijab qabul, ada penghayatan. Setelah khitbah dilaksanakan, tidak ada batas minimal ataupun maksimal unutk melaksanakan akad nikah. Seandainya acara khitbah langsung diteruskan dengan akad nikah itu boleh saja dilakukan, walaupun untuk masyarakat Indonesia itu tidak lazim dilakukan. Yang menjadi masalah adalah ketika akad nikah dilakukan dalam rentang waktu yang lama setelah khitbah dilaksanakan, peluang timbulnya fitnah akan lebih besar. Resikonya besar untuk keduanya melakukan hal-hal yang dilarang Allah. Selain itu di satu sisi ia tidak boleh menerima pinangan dari orang lain, sedangkan di sisi lain ia belum menjadi seorang istri. Pada saat pelaksanaan akad nikah, yang dituntut hadir adalah mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali perempuan, 2 saksi, serta mahar. Ditulis oleh Gita Rose Citra Maya, disadur dari Abu Ishaq Al-Huwaini Al-Atsari. 2002. Bekal-bekal Menuju Pelaminan Mengikuti Sunnah. SoloAt-Tibyan. Cahyadi Takariawan. 2002. Di Jalan Dakwah Aku Menikah. Jogjakarta. Talenta Cahyadi Izinkan Aku Meminangmu. Solo. Era Intermedia H. M. Anis Matta, Lc. 2003. Sebelum Anda Mengambil Keputusan Besar Itu. Bandung. PT Syaamil Cipta Media Mohammad Fauzil Adhim. 1997. Mencapai Pernikahan Barakah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Offset
Ustaz Abu Fairuz Ahmad Ridwan mengungkapkan, mengenai batas waktu khitbah, yaitu jarak waktu khitbah dan nikah, sejauh ini tidak ada satu nash pun baik dalam AI-Quran maupun As-Sunnah yang menetapkannya. Baik tempo minimal maupun maksimal. Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah, hal. 77. Dengan demikian, boleh saja jarak waktu antara khitbah dan nikah hanya beberapa saat, katakanlah beberapa menit saja. Boleh pula jarak waktunya sampai hitungan bulan atau tahun. Semuanya dibolehkan, selama jarak waktu tersebut disepakati pihak Iaki-laki dan perempuan. "Namun kami cenderung menyatakan semakin cepat menikah adalah semakin baik. Sebab jarak yang lama antara khitbah dan nikah dapat menimbulkan keraguan mengenai keseriusan kedua pihak yang akan menikah, juga keraguan apakah keduanya dapat terus menjaga diri dari kemaksiatan seperti khalwat dan sebagainya." Keraguan semacam ini sudah sepatutnya dihilangkan, sesuai sabda Rasululah, "Tinggalkan apa yang meragukanmu, menuju apa yang tidak meragukanmu." HR. Tirmidzi dan Ahmad.
Pertanyaan Assalamu'alaikum..1. Apakah ada dalil yang menjelaskan batasan waktu maksimal 3 bulan antara khitbah dengan akad nikah?2. Apakah disunahkan untuk berpuasa 3 hari sebelum akad nikah?Jazakumullah...Jawaban Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Secara dalil nash, kami belum menemukan dalil yang sharih dan shahih tentang keharusan adanya jarak waktu tertentu antara khitbah dan akad. Apakah harus sebulan, dua bulan, tiga bulan atau berapa lama pun jarak waktu itu dibutuhkan, barangkali sekedar untuk memberikan beberapa persiapan yang bersifat teknis. Sebab biasanya, setiap akad nikah yang akan digelar memang membutuhkan persiapan-persiapan teknis yang orang ada yang butuh waktu untuk mengumpulkan dana, atau untuk mencari tempat yang akan disewa, atau keperluan-keperluan lain yang menurut hemat kami, jarak waktu ini dikembalikan kepada al-'urf kebiasaan dan kepantasan serta tuntutan hal-hal yang bersifat teknis demikian, seandainya kedua belah pihak telah siap segala sesuatunya, atau mungkin juga tidak terlalu merepotkan urusan teknis, akad nikah bisa digelar saat itu juga berbarengan dengan sesaat setelah khitbah diterima, langsung saja digelar akad nikah. Sehingga tidak lagi memboroskan waktu, biaya, dan kebutuhan lain. Apalagi taaruf antara kedua mempelai sudah menghasilkan kesaling-cocokan. Maka buat apa lagi menunggu, begitu barangkali seperti ini kalau memang ingin dilakukan, tentu tidak ada larangan, lantaran memang tidak ada nash yang umum, semakin cepat akad nikah dilakukan akan semakin baik. Karena niat baik itu memang biasanya harus dipercepat. Selain juga untuk memberikan kesempatan kepada kedua calon pengantin untuk dapat segera menunaikan hajat dalam beberapa kasus, terkadang karena terlalu lama jarak antara khitbah dengan akad nikah, terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, seringnya terjadi khalwat, pacaran bahkan -naudzubillah- sampai ke tingkat perzinaan. Oleh sebab itu, untuk menghindarinya, maka sebaiknya jarak waktu antara khitbah dan akad tidak terlalu lama. Cukup sekedar bisa mempertimbangkan masalah teknis Puasa 3 Hari Menjelang Akad NikahSama dengan jawaban pertanyaan pertama, sekali lagi kami belum menemukan dalil yang shahih dan sharih tentang adanya sunnah berpuasa menjelang akad kitab-kitab fiqih yang kami telusuri, puasa sunnah itu terbatas pada puasa Senin Kamis, puasa hari Asyura dan Tasu'a, puasa Daud, puasa hari Arofah dan tarwiyah, puasa ayyamul biidh, puasa 6 hari di bulan Syawwal, puasa di bulan Sya'ban dan beberapa puasa sunnah kami belum mendapatkan keterangan bai dari hadits nabawi atau dari kitab-kitab fiqih yang muktabar tentang adanya syariah puasa sunnah menjelang akad nikah. Mungkin hal ini karena keterbatasan ilmu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Ahmad Sarwat, Lc
JURNALPALOPO - Tunangan atau dalam Islam disebut dengan khitbah, adalah ikatan janji antara seorang pria dan wanita untuk menikah. Jadi, tunangan atau khitbah merupakan perantara dan pintu gerbang menuju pernikahan. Di kalangan masyarakat Indonesia, jarak waktu tunangan ke pernikahan itu sesuai dengan kesepakatan bersama antara calon kedua mempelai. Dalam Islam sendiri, adakah jarak waktu tunangan ke pernikahan?. Di dalam Islam, tidak ada jarak waktu khusus atau yang dianjurkan antara tunangan ke pernikahan. Baca Juga Ramalan Zodiak Kesehatan 8 Oktober 2020, Virgo Disarankan Kendalikan Emosi untuk Kedamaian Mental Baca Juga Cara Unik Kemukakan Pendapat, Tolak UU Cipta Kerja dengan Sebuah Puisi Dalam nash Al-Quran maupun hadis Nabi Saw, tidak ditemukan mengenai berapa jarak waktu yang dianjurkan antara tunangan ke pernikahan. Apakah satu minggu, satu bulan, satu tahun, dan seterusnya. Melansir dari situs jarak waktu antara tunangan ke pernikahan semuanya dikembalikan pada kesiapan dan kesepakatan bersama antara calon pria dan wanita. Hal ini karena salah satu tujuan khitbah dalam Islam adalah untuk ta’aruf atau saling mengenal, saling mengetahui kecocokan serta kesiapan antara calon pria dan wanita untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Bila dalam masa khitbah ada kecocokan, maka dianjurkan melanjutkannya ke pernikahan. Jika tidak, maka boleh membatalkannya. Baca Juga Begini Doa Setelah Shalat Tahajud yang Diajarkan Rasulullah SAW
batas waktu khitbah ke nikah